-->


Sekilas "The Siswanto Institute" "The Siswanto Institute" ini sebagai tempat kajian, curah rasa dan pemikiran, wahana urun rembug dan berbagi praktik baik. Memuat isue strategis aktual dan faktual, baik lingkup nasional, regional, maupun global. Berhubungan dengan dunia Pendidikan, Politik, Agama, Sains dan Teknologi, Pembelajaran, Bisnis-Kewirausahaan, Opini, Merdeka Belajar dan pernak-perniknya. Pembahasan dan informasi terutama dalam Pendidikan Vokasi-SMK dan contain lainnya. Selamat berbagi dan menikmati sajian kami. Menerima masukan, kritik, sumbangsih tulisan artikel dan pemikiran, semoga bermanfaat.

KRITIK ATAS SMK PUSAT KEUNGGULAN

- March 27, 2021
advertise here
advertise here

 KRITIK ATAS SMK PUSAT KEUNGGULAN


Program Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pusat Keunggulan (PK) gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mendapat kritik mulai dari kalangan pengamat pendidikan hingga kelompok guru.

Maraknya video yang beredar tentang rencana aksi Kepala SMK dalam mengikuti seleksi program bantuan SMK Centre of Exellent (CoE), yang di tahun ini berubah menjadi SMK PK. Bukan isapan jempol belaka, hendaknya bukan merupakan bahasa kamuflase yang fokus dalam berburu bantuan,  namun apa yang disampaikan dalam video tersebut hendaknya sudah menjadi program SMK yang bersangkutan dan sudah lama dilakukan, bukan rekayasa bahasa baru karena hanya untuk berburu bantuan. Demikian disampaikan Kamajaya, guru SMKN 1 Losarang Indramayu.

SMK PK merupakan program pengembangan SMK dengan kompetensi keahlian tertentu dalam peningkatan kualitas dan kinerja, yang diperkuat melalui kemitraan dan penyelarasan dengan industri, dunia usaha, dunia kerja (IDUKA) yang akhirnya menjadi SMK rujukan yang dapat berfungsi sebagai sekolah penggerak dan pusat peningkatan kualitas dan kinerja SMK lainnya. 

SMK PK adalah SMK yang mampu menghasilkan lulusan yang kompeten pada kompetensi keahlian tertentu dan terserap di IDUKA serta dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, melalui program penyelarasan pendidikan vokasi secara sistematik dan menyeluruh dengan IDUKA. Target akhir dari program ini adalah menjadikan SMK rujukan yang dapat berfungsi sebagai pusat keunggulan, peningkatan kualitas dan rujukan bagi SMK lainnya.

Ada delapan ciri khas SMK PK, mulai kurikulum berbasis industri, pembelajaran berbasis problem based learining (projeck/produk), praktik kerja/magang industri siswa minimal satu semester, standar sertifikasi kompetensi guru dan siswa oleh insudtri, mau mengupdate kompetensi dan pengetahuan baru berbasis industri, adanya risearch terapan untuk mendukung teaching factory, dan adanya komitmen keterserapan lulusan yang siginifikan oleh industri.

Adapun beberapa sektor strategis SMK PK untuk tahun 2021, ini akan difokuskan kepada SMK bidang ekonomi kreatif, permesinan, hospitality, car service, kemaritiman, dan pertanian.

Ada enam dukungan pemerintah dalam mengawal SMK PK, memnerikan pelatihan inetnsif dalam peningkatan guru dan kepala sekolah. Dorongan pembelajaran kompetensi siap kerja, bantuan dana hibah (alat, sarana prasarana stanar IDUKA). Memberikan manajemen sekolah berbasis data denagn digitalisasi sekolah, pendampingan dan pembinaan oleh perguruan tinggi, dan sinergi dengan pemerintah pusat dan daerah. 

Rencana pendampingan khusus dan pemberian dana hibah untuk sekolah yang lolos seleksi program SMK Pusat Unggulan itu dianggap tak cukup menjawab problem pendidikan advokasi dan kekurangan guru mata pelajaran produktif.

Pengamat Pendidikan dari Vox Populi Institut Indonesia, Indra Charismiadji mengungkapkan pendidikan vokasi masih menjadi salah satu jenjang pendidikan penyumbang terbesar pengangguran. Kondisi itu menurut dia disebabkan ketidaksinkronan antara sumber daya manusia yang disiapkan dengan kebutuhan di lapangan. Indra menganggap program SMK PK belum mampu menjawab persoalan tersebut. 

"Vokasi itu kan tenaga kerja siap pakai. Itu nggak bisa kita cuma bicara soal supply. Tetapi harus imbang demand dengan supply," tutur Indra ketika dihubungi CNN Indonesia.com, Selasa (23/3).

Mengutip data Badan Pusat Statistik per 2020, didapati bahwa SMK mendominasi jumlah pengangguran. Sebesar 13,55 persen dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari lulusan SMK. Indra pun menuturkan, persoalan tersebut tak bisa diselesaikan hanya dengan memberikan pelatihan ke pendidik di SMK maupun sumber daya lulusan SMK.

Menurut Indra, peran pemerintah daerah juga justru harus didorong dalam pemetaan penyerapan sumber daya manusia dari jenjang SMK. Bali misalnya, lanjut dia, dalam beberapa tahun ini mendapatkan banyak turis asing dari China. Tapi tenaga kerja di sektor pariwisata justru tak banyak yang bisa menggunakan Bahasa Mandarin.

"Akhirnya yang menjadi tour guide berbahasa Mandarin di Bali orang Malaysia. Kalau yang orang Indonesia, orang Medan," ungkap Indra.

Ia mengatakan perkara seperti itu jika dipetakan sejak awal dan disinkronkan dengan persiapan sumber daya manusia dari SMK, seharusnya bisa ditanggulangi.

Indra menyarankan, pemerintah daerah seharusnya punya prediksi data inventarisasi latar belakang serta karakteristik turis dalam beberapa tahun ke depan. Sementara program SMK Pusat Keunggulan, lebih fokus pada pemberian pelatihan, hibah dana untuk sarana dan prasarana, dorongan kerja sama dengan industri, dan pendampingan dari perguruan tinggi.

Indra menilai koordinasi untuk memetakan kebutuhan sumber daya manusia di lapangan justru datang dari pemerintah daerah sebagai pemegang kebijakan dan strategi pembangunan.

Senada diungkapkan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) yang menyebut kendala utama SMK saat ini adalah kekurangan guru mata pelajaran produktif. Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim mengatakan SMK yang seharusnya fokus pada pendidikan praktik, justru lebih banyak diisi guru pelajaran normatif seperti PPKN, agama, dan bahasa.

Program SMK PK tidak dapat menyelesaikan permasalahan di pendidikan vokasi. “Seunggul apapun jargon atau nama program revitalisasi SMK, sepanjang persoalan fundamental SMK tak dibenahi secara mendasar dan komprehensif, maka SMK masih akan bermasalah,” ungkap Satriawan.

Kata dia, program baru ini sama sekali tak menyentuh persoalan pokok SMK, yaitu mengalami kekurangan guru. Apalagi di SMK yang harusnya ahli pada jurusan di bidangnya jumlahnya masih sangat sedikit.

“SMK banyak diisi oleh guru mata pelajaran normatif (seperti PPKn, Agama, Bahasa) dan mata pelajaran adaptif (Bahasa Inggris). Mestinya kekurangan guru mata pelajaran produktif ini yang dipenuhi dulu. Mengingat ‘core program’ SMK sesungguhnya terletak pada mata pelajaran produktif,” imbuhnya.

Kemudian, menurutnya SMK saat ini juga kekurangan bengkel dan ruang praktik. Oleh karena itu, praktik pembelajaran SMK diberikan secara naratif.

“Itu yang kita sebut selama ini dengan anekdot SMK Sastra atau SMK Bahasa. Mestinya ruang praktik dan bengkel dicukupi, dilengkapi, dan dimodernisasi sehingga betul-betul mampu memfasilitasi siswa-guru dalam meningkatkan keterampilan siswa (terampil) agar nantinya bisa diterima dunia kerja,” ucap dia.

Lalu sebaran SMK di Indonesia saat ini kurang pantauan. Dengan begitu akan sangat sulit memantau potensi lulusan yang memiliki daya saing di dunia kerja.

Selain itu, persoalan lain dalam pendidikan vokasi selanjutnya adalah kurikulum yang tidak relevan dengan dunia industri. Padahal pelibatan industri sangat penting dalam mendisain kurikulum SMK.

“Oleh karena itu, sepanjang persoalan fundamental SMK tak dibenahi, maka akan masalah terus, apapun nama merek atau jargon program yang akan dipakai, terbukti SMK masih berkontribusi terhadap tingkat pengangguran terbuka yang tertinggi di Indonesia,” tutup Satriwan.

Kemudian, lanjut dia, penyebaran SMK yang tak merata di penjuru daerah juga mengakibatkan SDM yang dihasilkan tidak sesuai dengan ketersediaan lapangan kerja dan kebutuhan bidang keahlian di wilayah tersebut.

"Sebab, kami melihat ada semacam over supply lulusan SMK jurusan tertentu, seperti teknologi informasi, komputer, akuntansi dan administrasi perkantoran," beber Satriwan melalui keterangan tertulis.

Sementara, konsep SMK PK menurut Satriwan, tak akan menyelesaikan kendala-kendala itu jika program diperuntukkan bagi SMK yang sudah dinilai unggul.

"Afirmasi SMK semestinya diberikan kepada sekolah SMK yang terpinggirkan, yang akreditas jurusannya rendah, serapan lulusannya rendah, bengkel dan ruang praktiknya minim, kompetensi gurunya belum baik," tambah dia.

Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan hanya ada 895 SMK di tujuh sektor prioritas yang berkesempatan mengikuti program SMK Pusat Unggulan. Ia menekankan SMK yang bisa ikut pun yang memenuhi 8 komitmen.

Konsep program seperti ini beberapa kali digunakan Nadiem di sektor pendidikan lain seperti program Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak.



Advertisement advertise here

Promo Buku

Promo Buku
Bunga Rampai Pemikiran Pendidikan

Supervisi Pendidikan

Pengembangan Kebijakan Pendidikan

Logo TSI

Logo TSI
Logo The Siswanto Institue
 

Start typing and press Enter to search