-->


Sekilas "The Siswanto Institute" "The Siswanto Institute" ini sebagai tempat kajian, curah rasa dan pemikiran, wahana urun rembug dan berbagi praktik baik. Memuat isue strategis aktual dan faktual, baik lingkup nasional, regional, maupun global. Berhubungan dengan dunia Pendidikan, Politik, Agama, Sains dan Teknologi, Pembelajaran, Bisnis-Kewirausahaan, Opini, Merdeka Belajar dan pernak-perniknya. Pembahasan dan informasi terutama dalam Pendidikan Vokasi-SMK dan contain lainnya. Selamat berbagi dan menikmati sajian kami. Menerima masukan, kritik, sumbangsih tulisan artikel dan pemikiran, semoga bermanfaat.

"Ribut Terus Masalah Ijazah Palsu, Saya Sedih Bos.."

- June 07, 2025
advertise here
advertise here

 "Ribut Terus Masalah Ijazah Palsu, Saya Sedih Bos.."


Kok ribut terus masalah ijazah palsu? wong yang asli saja jauh lebih bermasalah. Ijazahnya asli nilainya tinggi-tinggi tapi ilmunya salah, tak bisa diterapkan, salah menerpakan. Tak bisa apa-apa, bahkan tak jadi apa-apa...(Adian Husaini) 

Meminjam istilah Rocky Gerung Ijazah adalah tanda bahwa pernah sekolah bukan tanda orang yang mampu berfikir. Walaupun dalam konteks ini bung Rocky masih juga mempermaslahkan ijazah orang lain. Sementara ijazahnya sendiri tak tau dimana. Kabarnya tak diambil tu ijazahnya..duh..  

Kita masuk era dimana ijazah bukan lagi yang utama sperti dulu lagi.

Bila dahulu seseorang berlomba-lomba menamatkan pendidikan tinggi demi meraih pekerjaan impian, kini realitas berkata lain. Dunia kerja tak lagi memberi jaminan pada siapa pun hanya karena ia bergelar S1/S2/S3. 

Banyak teman merasa...pendidikan semakin tinggi, semakin susah mencari kerja. Alih bertambah meningkat karier degan ijazah Pascasarjana malah tetap saja tak berpengaruh signifikan...memang kuliah jangan untuk mencari pekerjaan ..

Persoalannya untuk apa kuliah tinggi jika malah bekerja kepada pencipta pekerjaan yang mereka tak kuliah tinggi. Ini repot..berat bebannya...untuk apa punya ijazah jika kalah dengan yang tak pernah punya ijazah .

Kini yang dicari adalah keterampilan relevan, kemampuan berpikir kritis, dan kecepatan beradaptasi dalam menghadapi kompleksitas zaman..

Bahkan utk PNS guru masih sangat tidak diperlukan....tdk dipertimbangkan dalam kenaikan pangkat dan jabatan dan menduduki tugas lainnya....sangat disayangkan....memang..

PNS selain dosen/peneliti/Widyaiswara masih cukup hanya S1, tak perlu sampai S2, bahkan sampai S3. Tak ada gunanya kl untuk kenaikan jabatan...percuma saja..

Saya bilang begini karena ada PNS fungsional guru misalnya cukup S1 bisa sampai guru Madya/utama..namun belum tentu bagi yang sdh S3 bisa smpai utama jika sedari awal KP nya belum mencukupi..artinya KP nya sangat tidak signifikan sekalipun bergelar S3. Ini ironi dan menyedihkan...

Benar kata mas Nadiem..kita memasuki dimana era gelar tak menjamin kompetensi, kelulusan tak menjamin kesiapan kerja, akreditasi tak menjamin mutu.

Saya ikut sedih prihatin ketika seorang lulusan SMK hanya karena dekat dengan petinggi negeri terungkap sempat meminta gaji Rp 17 juta per bulan.

Permintaan itu dinilai janggal mengingat yang hanya merupakan lulusan SMK tapi meminta digaji di atas taraf manajer di Kominfo. Lalu bagaimana dengan mereka para S1 dan seterusnya yang tdk mengenal petinggi negeri ini, berapa gaji mereka?

Bahkan cari kerja saja susah...masih banyak pengangguran di negeri ini..

Advertisement advertise here

Promo Buku

Promo Buku
Bunga Rampai Pemikiran Pendidikan

Supervisi Pendidikan

Pengembangan Kebijakan Pendidikan

Logo TSI

Logo TSI
Logo The Siswanto Institue
 

Start typing and press Enter to search