-->


Sekilas "The Siswanto Institute" "The Siswanto Institute" ini sebagai tempat kajian, curah rasa dan pemikiran, wahana urun rembug dan berbagi praktik baik. Memuat isue strategis aktual dan faktual, baik lingkup nasional, regional, maupun global. Berhubungan dengan dunia Pendidikan, Politik, Agama, Sains dan Teknologi, Pembelajaran, Bisnis-Kewirausahaan, Opini, Merdeka Belajar dan pernak-perniknya. Pembahasan dan informasi terutama dalam Pendidikan Vokasi-SMK dan contain lainnya. Selamat berbagi dan menikmati sajian kami. Menerima masukan, kritik, sumbangsih tulisan artikel dan pemikiran, semoga bermanfaat.

Cara Menghadapi Orang yang Merasa Selalu Paling Benar

- August 26, 2025
advertise here
advertise here

 

Cara Menghadapi Orang yang Merasa Selalu Paling Benar

Oleh : Dr. Bahrodin

Hadapi Si Tuan Maha Benar: Strategi Anti Stres di Era Medsos dan Kolom Komentar

Di zaman di mana setiap orang punya panggung untuk berpendapat, dari medsos hingga grup keluarga WhatsApp, bertemu dengan orang yang selalu merasa paling benar adalah hal yang nyaris tak terelakkan. Interaksi dengan mereka bisa menguras energi dan bikin hati panas. Berikut adalah 10 tips dan trik untuk menghadapinya tanpa harus menang berdebat, tetapi menang perang mental.

1. Kenali Tipenya dan Atur Ekspektasi Langkah pertama adalah menyadari bahwa Anda sedang berhadapan dengan seseorang yang memiliki kebutuhan psikologis untuk selalu diakui kebenarannya. Mereka seringkali tidak mencari diskusi, tetapi mencari pengakuan. Dengan menyadari ini, Anda bisa menurunkan ekspektasi untuk bisa berdebat secara sehat dan logis. Anda menghemat energi dengan tidak berharap mereka akan tiba-tiba mengakui kesalahan.

2. Pilih Medan Pertempuran dengan Bijak Tidak setiap pendapat harus ditanggapi. Tanyakan pada diri sendiri: Seberapa penting topik ini? Apakah debat ini akan mengubah sesuatu? Jika tidak, lewati saja. Biarkan komentar atau pernyataan mereka berlalu tanpa respons. Strategi "pick your battle" ini sangat efektif untuk kesehatan mental Anda di dunia yang penuh dengan sudut pandang ini.

3. Gunakan Teknik "Kamu mungkin Benar" Kalimat ini adalah senjata rahasia. Mengatakan "Kamu mungkin benar" atau "Itu sudut pandang yang menarik" tidak berarti Anda setuju. Itu hanya mengakui bahwa Anda mendengar mereka. Teknik ini seringkali menurunkan tensi percakapan karena mereka sudah merasa diakui, tanpa Anda harus mengorbankan keyakinan sendiri.

4. Ajukan Pertanyaan (Bukan untuk Menjebak) Alih-alih menyangkal, cobalah ajukan pertanyaan yang membuat mereka merefleksikan pendapatnya sendiri. Tanyakan dengan tulus, "Bisa jelaskan lebih detail mengapa kamu berpikir seperti itu?" atau "Apa sumber informasamu? Aku ingin tahu lebih banyak." Terkadang, dengan menjelaskan, mereka justru akan melihat celah dalam logika mereka sendiri tanpa Anda harus menunjukkannya.

5. Setuju pada Poin Tertentu (Finding Common Ground) Cari sedikit saja area dimana kalian sepakat, dan tekankan itu. Misalnya, "Aku setuju bahwa kita semua ingin yang terbaik untuk..." atau "Kita punya tujuan yang sama, hanya caranya yang mungkin berbeda." Ini menunjukkan bahwa Anda bukanlah "musuh" dan membangun jembatan, alih-alih tembok pemisah.

6. Validasi Perasaan, Bukan Fakta Seringkali, akar dari sikap keras kepala adalah emosi yang tidak terpenuhi. Cobalah validasi perasaan mereka tanpa harus menyetujui opininya. Katakan, "Aku bisa lihat kamu sangat passionate tentang hal ini," atau "Aku mengerti kamu merasa kuatir tentang hal itu." Validasi emosional bisa meredakan amarah dan membuat mereka lebih terbuka.

7. Jangan Terpancing untuk JADI mereka Respon terburuk adalah menjadi mirror image-nya: sama-sama keras, menyela, dan merasa paling benar sendiri. Jika Anda turun ke level mereka, yang terjadi hanyalah perang ego dimana tidak ada pemenangnya. Tetaplah tenang dan jadi pendengar yang sabar. Kadang, dengan tidak melawan, mereka justru kehilangan momentum.

8. Alihkan Topik dengan Hal-Hal Personal Jika debat sudah tidak produktif dan dengan orang yang dekat dengan Anda (seperti keluarga), coba alihkan percakapan ke topik yang lebih netral dan personal. Tanyakan tentang kabar keluarga, hobi, atau rencana weekend. Ini mengingatkan bahwa hubungan kalian lebih penting daripada sebuah perdebatan.

9. Batasi Paparan dan Lindungi Energi Mental Jika orang tersebut adalah rekan kerja atau kenalan di media sosial, batasi interaksi. Anda tidak perlu membalas setiap story mereka atau ikut dalam setiap diskusi. Mute, unfollow, atau batasi waktu ngobrol adalah bentuk self-care di zaman modern. Anda berhak melindungi peace Anda.

10. Ingatlah Tujuan Anda Berinteraksi Sebelum merespon, tanyakan pada diri sendiri: Apa tujuanku? Apakah untuk mengubah pikiran mereka? Itu hampir mustahil. Apakah untuk memenangkan argumen? Itu hanya memuaskan ego. Atau apakah tujuannya adalah menjaga kedamaian dan hubungan baik? Dengan fokus pada tujuan yang realistis (seperti menjaga hubungan), Anda akan memilih strategi yang tepat dan tidak kecewa dengan hasilnya.

Kesimpulannya, menghadapi orang yang selalu benar bukan tentang siapa yang menang, tetapi tentang bagaimana Anda keluar dari interaksi tersebut dengan energi dan harga diri yang masih intact. Kadang, kemenangan terbesar adalah bisa tetap tenang dan melanjutkan hari Anda dengan bahagia.#ES

Direfensi dari Media Sosial

Advertisement advertise here

Promo Buku

Promo Buku
Bunga Rampai Pemikiran Pendidikan

Supervisi Pendidikan

Pengembangan Kebijakan Pendidikan

Logo TSI

Logo TSI
Logo The Siswanto Institue
 

Start typing and press Enter to search