-->


Sekilas "The Siswanto Institute" "The Siswanto Institute" ini sebagai tempat kajian, curah rasa dan pemikiran, wahana urun rembug dan berbagi praktik baik. Memuat isue strategis aktual dan faktual, baik lingkup nasional, regional, maupun global. Berhubungan dengan dunia Pendidikan, Politik, Agama, Sains dan Teknologi, Pembelajaran, Bisnis-Kewirausahaan, Opini, Merdeka Belajar dan pernak-perniknya. Pembahasan dan informasi terutama dalam Pendidikan Vokasi-SMK dan contain lainnya. Selamat berbagi dan menikmati sajian kami. Menerima masukan, kritik, sumbangsih tulisan artikel dan pemikiran, semoga bermanfaat.

Tujuh Teknik Membalikkan Argumen Lawan Debat

- August 09, 2025
advertise here
advertise here

 

Tujuh Teknik Membalikkan Argumen Lawan Debat

“Menang debat bukan soal mematahkan lawan, tapi membuatnya berjalan ke arah yang Anda tentukan.”

Kalimat ini terdengar paradoks, tapi begitulah seni retorika. Dalam banyak kasus, orang tidak kalah karena argumennya lemah, melainkan karena membiarkan lawan mengatur medan permainan.

Riset yang dibahas Jay Heinrichs menunjukkan bahwa kebanyakan orang kalah debat bukan di tengah argumen, tetapi di awal, ketika mereka menerima premis lawan tanpa sadar. Dengan kata lain, yang menentukan hasil sering bukan isi jawaban, melainkan kemampuan mengubah arah pembahasan.

Di kehidupan sehari-hari, kita melihat ini di rapat kerja ketika seseorang berhasil mengalihkan fokus dari kesalahan yang dibahas ke ide solusi yang membuatnya terlihat berkontribusi. Atau saat di forum diskusi, pembicara mengubah serangan menjadi bahan pembuktian posisinya. Membalikkan argumen bukan sekadar bertahan, tapi menyerang balik dengan elegan.

Berikut tujuh teknik yang efektif untuk membalikkan argumen lawan, lengkap dengan contoh dan strategi penerapannya.

1. Alihkan Premis, Bukan Hanya Jawaban

Jay Heinrichs menegaskan bahwa menerima premis lawan berarti bermain di arena yang mereka buat. Alihkan premis, maka Anda memaksa mereka bermain di arena Anda.

Contohnya, jika seseorang berkata “Proyek ini gagal karena ide Anda,” alih-alih langsung membantah, Anda bisa berkata “Yang penting sekarang, bagaimana kita memastikan proyek berikutnya berhasil.” Ini memindahkan fokus dari masa lalu ke masa depan, mengubah kerangka diskusi dari menyalahkan menjadi mencari solusi.

Solusinya adalah mengidentifikasi apakah pernyataan lawan mengandung asumsi yang merugikan posisi Anda. Jika iya, ubah pertanyaannya atau tujuannya. Untuk strategi premis yang lebih halus dalam percakapan penting, berlangganan di logikafilsuf akan memberi Anda teknik lanjutan yang jarang dibahas di buku teks.

2. Gunakan “Setuju, Tapi…”

Teknik ini diuraikan dalam Influence karya Cialdini sebagai “persetujuan parsial” yang mengurangi resistensi. Anda mengakui sebagian poin lawan, lalu menggunakannya untuk memperkuat posisi Anda.

Misalnya, ketika lawan berkata “Biaya ini terlalu besar,” Anda bisa menjawab, “Setuju, biayanya memang besar, tapi justru karena itu kita perlu pastikan hasilnya sepadan.” Anda menghindari perdebatan langsung dan malah mengarahkan fokus ke hal yang menguntungkan argumen Anda.

Keunggulan teknik ini adalah mengurangi kesan defensif. Dalam lingkungan kerja, ini bisa membuat Anda tetap terlihat kolaboratif, padahal Anda sedang memegang kendali arah pembicaraan.

3. Ubah Serangan Menjadi Pengakuan Strategis

Rolf Dobelli dalam The Art of Thinking Clearly menyebut efek “disarming honesty” sebagai cara untuk menonaktifkan serangan. Dengan mengakui sebagian tuduhan, Anda terlihat jujur dan membuat lawan kehilangan daya tekan.

Contohnya, jika dibilang “Kamu memang bukan yang paling berpengalaman di tim,” Anda bisa menjawab, “Betul, dan itu alasan saya justru membawa perspektif segar yang dibutuhkan proyek ini.” Tuduhan berubah menjadi alasan yang mendukung posisi Anda.

Kekuatan teknik ini adalah mengubah kelemahan menjadi kekuatan. Orang akan kesulitan melanjutkan serangan setelah Anda mengakuinya lebih dulu dan menggunakannya sebagai pijakan.

4. Giring ke Pertanyaan yang Menguntungkan Anda

Jay Heinrichs menjelaskan bahwa argumen sering lebih mudah dimenangkan jika Anda mengubahnya menjadi pertanyaan yang jawaban logisnya menguntungkan posisi Anda.

Misalnya, ketika lawan berkata “Ide ini terlalu berisiko,” Anda bisa bertanya, “Risiko mana yang lebih besar, mencoba dengan potensi untung tinggi, atau membiarkan peluang ini diambil pesaing?” Pertanyaan ini memaksa mereka mempertimbangkan opsi dengan sudut pandang Anda.

Dalam rapat atau debat publik, teknik ini efektif karena mengubah audiens menjadi penilai, dan Anda mengarahkan kerangka pikir mereka lewat pertanyaan yang sudah memiliki bias logis.

5. Gunakan Data Lawan untuk Melawannya

Cialdini menekankan bahwa orang cenderung percaya pada data yang sudah mereka setujui sebelumnya. Mengutip sumber atau argumen lawan untuk menegaskan poin Anda membuat mereka sulit membantah tanpa terlihat kontradiktif.

Contohnya, jika lawan pernah mengatakan “Kualitas adalah prioritas utama,” Anda bisa menggunakannya untuk menolak usulan mereka yang memotong biaya dengan risiko menurunkan kualitas. “Saya setuju dengan yang Anda katakan kemarin, kualitas adalah prioritas. Maka usulan ini perlu kita tinjau ulang.”

Ini bekerja karena Anda membuat mereka terikat pada pernyataan mereka sendiri. Publik akan melihat Anda sebagai pihak yang konsisten menjaga prinsip bersama.

6. Tarik ke Level Abstraksi yang Menguntungkan

Heinrichs membedakan antara argumen di level detail dan level prinsip. Saat kalah di detail, naikkan ke prinsip. Saat kalah di prinsip, turunkan ke detail.

Misalnya, jika lawan berkata “Anggaran ini terlalu mahal,” Anda bisa menjawab di level prinsip: “Bukankah kualitas hasil lebih penting daripada sekadar menghemat?” Sebaliknya, jika mereka menolak ide besar, turunkan pembicaraan ke detail teknis yang mendukung Anda.

Strategi ini memberi Anda fleksibilitas. Anda tidak terjebak di titik lemah, karena selalu bisa memindahkan arena diskusi ke wilayah yang Anda kuasai.

7. Alihkan ke Cerita yang Memperkuat Posisi Anda

Manusia cenderung lebih ingat cerita daripada fakta mentah. Jay Heinrichs menekankan bahwa cerita yang tepat dapat membungkus argumen menjadi pengalaman emosional yang sulit dibantah.

Misalnya, saat lawan menolak ide karena dianggap belum terbukti, Anda bisa menceritakan contoh nyata di mana strategi serupa berhasil di tempat lain. Cerita ini membuat argumen terasa konkret dan inspiratif.

Dalam diskusi bisnis, ini bisa menjadi pembeda antara ide yang dianggap utopis dan ide yang terlihat realistis. Cerita mengundang audiens untuk membayangkan kesuksesan, yang secara emosional menggeser dukungan ke pihak Anda.

Membalikkan argumen lawan adalah seni yang menggabungkan logika, psikologi, dan timing. Bukan untuk mempermalukan lawan, tapi untuk memastikan ide Anda mendapat ruang yang layak.

Menurut Anda, teknik nomor berapa yang paling sulit dilakukan dalam situasi nyata? Tulis di komentar dan bagikan artikel ini agar lebih banyak orang bisa membela diri dengan cerdas.#BHRDN&ES

Direferensi dari Media Sosial




Advertisement advertise here

Promo Buku

Promo Buku
Bunga Rampai Pemikiran Pendidikan

Supervisi Pendidikan

Pengembangan Kebijakan Pendidikan

Logo TSI

Logo TSI
Logo The Siswanto Institue
 

Start typing and press Enter to search