Membentuk Pola Pikir Sistematis Pengaruh Globalisasi terhadap
Manajemen Pendidikan di Indonesia
Perkembangan dunia
pendidikan di Indonesia tidak lepas dari pengaruh perkembangan globalisasi, di
mana ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) berkembang pesat. Era pasar bebas juga
merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang
lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan
pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik
maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif
dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk
mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa
kita dalam mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk
terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, dapat menimbulkan dampak
positif dan negatif dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan. Dampak positif
globalisasi terhadap pengajaran Interaktif multimedia. Kemajuan teknologi
akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia
pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang
berbasis teknologi baru seperti internet dan komputer. Apabila dulu, guru
menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan
suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan
dan informasi. Sekarang sudah ada komputer. Sehingga tulisan, film, suara,
music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi. Dalam fenomena balon atau pegas, dapat
terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika
seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah
objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya.
Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat.
Dampak positif
terhadap perubahan corak pendidikan. Mulai longgarnya kekuatan kontrol
pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi
global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan
pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU
Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis
menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur
kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam mengakses informasi dalam
dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti
internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu
pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang
berjauhan tempat tinggalnya.
Adapun Globalisasi juga
memiliki dampak negatif yaitu bahaya dunia maya. Dunia maya selain sebagai
sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak
negatif bagi siswa.Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negatif bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan,
kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia,
dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa.
Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui
internet.
Tidak hanya itu dampak
negatif globalisasi juga
membuat siswa ketergantungan. Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti
komputer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru.
Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar
mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
Upaya meningkatan akselerasi pencapaian mutu agar dapat
menjawab tantangan globalisasi dan kemajuan IPTEK, serta pergerakan tenaga
ahli yang sangat masif. Maka persaingan antar bangsa pun berlangsung sengit dan
intensif sehingga menuntut lembaga pendidikan untuk mampu melahirkan output
pendidikan yang berkualitas, memiliki keahlian dan kompetensi profesional yang
siap menghadapi kompetisi global.
Pada era
teknologi informasi, guru bukanlah satu-satunya sumber informasi dan ilmu
pengetahuan. Tapi peran guru telah
berubah menjadi fasilitaor, motivator dan dinamasitator bagi peserta didik. Dalam
kondisi seperti itu diharapkan guru
dapat memberikan peran lebih besar. Dengan kata lain peran pendidik
tidak dapat digantikan oleh siapapun dan apapun serta era apapun. Untuk melaksanakan beberapa upaya peningkatan mutu pendidikan
merupakan tantangan terbesar yang harus segera dilakukan oleh pemerintah (kemendikbudristek).
Upaya-upaya yang sedang dilakukan pada saat ini adalah dengan melalui :
Pertama, menyelesaikan sertifikasi guru.
Sertifikasi
guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat
pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru.
Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik
pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang
ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti
formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga
profesional. Dalam Undang-undang
Guru dan Dosen (UUGD) disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud di sini
adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut
sertifikasi guru dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen. Dengan sertifikasi bisa, menentukan
kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sertifikasi dapat meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan. Dan dapat meningkatkan martabat dan mningkatkan
profesionalitas guru.
Kedua, Akreditasi Sekolah.
Akreditasi
sekolah adalah kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan atau lembaga
mandiri yang berwenang untuk menentukan kelayakan program dan atau satuan pendidikan
pada jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk
akuntabilitas publik yang dilakukan secara obyektif, adil,
transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang
mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Alasan kebijakan akreditasi sekolah di
Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang
bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap
satuan atau program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang
dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program
pendidikan. Ketiga, Standarisasi Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh Indonesia. SNP terdiri dari : Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi (SI), Standar Proses (SP), Standar Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan (SPTK), Standar Sarana dan
Prasarana (Sarpras), Standar Pengelolaan (SPL), Standar Pembiayaan (SPB) dan Standar Penilaian (SPN).
Upaya lain yang bisa dilaksanakan dalam meningkatkan mutu pendidikan oleh Guru. dengan bagaimana guru menyaipakn kompetensi baik kepribadian, keprofesian, pedagogik mapun sosialnya. Guru yang hebat akan memberikan strategi terbaiknya dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan teknik-teknik yang memberi inspirasi kepada peserta didik. Strategi dan teknik tersebut diantaranya adalah
mengembangkan profil siswa dengan cara : Pertama, menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan individual. Bila siswa tidak
belajar dari cara yang kita ajarkan, maka kita perlu megajar mereka dengan cara
yang mereka pelajari. Martha Kaufeldt (Dalam Forsten, Grant and Hollas
2002,vii). Kedua, masing-masing murid meempunyai keanekaragaman tersendiri
lahir dengan kecenderungan dan kemampuan yang berbeda-beda maka oleh itu kita
bisa memahami mereka terlebih dahulu. Ketiga, petakan kemampuan dan kecerdasan peserta didik yang beragam, dari gaya belajar, pengetahuan
awal, dan minatnya. Keempat, kenali setiap tahap perkembangannya, dan Kelima kembangkan potensi siswa dari berbagai latar belakangnya. Keenam, adakan trik bagaimana mengajar dengan menyenangkan minat peserta didik, gunakan hal aktual dan faktual, selingi humor.
Otonomi daerah
merupakan hak, wewenang, kekuasaan, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri rumah tangganya, dalam hal urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat daerah itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam sejarahnya, negara ini telah mengalami banyak sekali
perombakan dalam hal pemerintahan.
Begitu pun
halnya dengan penggunaan asas dalam pelaksanaan otonomi daerah ini. Banyak hal
yang telah pemerintah pusat coba lakukan untuk menemukan formula yang tepat
dalam hal pembangunan negara dan pelaksanaan pemerintahan dalam rangka
menjalankan kedaulatan rakyat. Asas Sentralisasi dan
desentralisasi merupakan salah satu aspek dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Dalam kesempatan ini, kita akan membahas mengenai perbedaan sentralisasi dan
desentralisasi dalam otonomi daerah. Adapun Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang dari pusat kepada daerah untuk mengatur rumah tangga nya
sendiri ,namun tidak untuk semua hal sentralisasi adalah penyerahan kekuasaan
serta wewenang pemerintahan sepenuhnya kepada pemerintah pusat.
Otonomi daerah dalam hal
ini pengaruh otonomi Pendidikan terhaap peningkatan kualitas dn relevansi
pendidikan, memberikan implikasi pada semua sektor kehidupan secara lebih luas,
tidak hanya pada kewenangan sekolah untuk mengatur manajemen berbasis sekolah
sendiri, lebih dari pada itu juga menyentuh aspek-aspek riil kemajuan
Pendidikan di satuan pendidikan. Dengan adanya otonomi Pendidikan, berarti
sekolah bebas dalam penyelenggaraan bidang pendidikan akan terbagi antara
Pemerintah Pusat di satu pihak dan Pemerintah Daerah di lain pihak (Fasli
Jalal; 2001:19). Pemberlakuan otonomi Pendidikan ini tentu saja memiliki makna
strategis dan signifikansi bagi dunia pendidikan. Dunia pendidikan Indonesia
selama ini telah berkembang menjadi perpanjangan dari sistem birokrasi sehingga
kondisi ini selanjutnya berpengaruh pada kinerja akademik lembaga pendidikan,
di mana kegiatan-kegiatan pendidikan dan pembelajaran sangat didominasi
intervensi birokrasi pemerintah.
Di samping itu, ciri khas
dari lembaga-lembaga pendidikan tidak terakomodasi sedemikian rupa, karena
kepentingan pragmatis mengejar target yang dirancang pemerintah pusat.
Akibatnya, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia hampir tidak menyentuh
kebutuhan riil masyarakat lokal, karena mereka memang tidak dilibatkan dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan juga monitoring pelaksanaan pendidikan
(Engkoswara, 2001:23). Penyesuaian pelaksanaan pendidikan dengan kondisi daerah
bukan persoalan yang mudah, tetapi memerlukan pemikiran yang serius. Mengingat
daerah di Indonesia sangat heterogen, dilihat dari letak geografis, politik,
sosial, ekonomi, dan budayanya. Heteroginitas daerah ini menyebabkan perbedaan
daerah untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam bidang ekonomi
misalnya, kemampuan daerah untuk memberikan sumbangan kepada lembaga pendidikan
sangat tergantung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
yang diterima dari pusat. Kondisi ini menjadikan perkembangan lembaga
pendidikan tergantung pada “kaya dan miskinnya” pemerintah daerah. Bagi
daerah-daerah yang kaya PAD-nya, bantuan penyelenggaraan pendidikan tidak
mengalami masalah yang berarti, bahkan lebih banyak dari yang diperoleh
sebelumnya. Tetapi, bagi daerah-daerah yang miskin PAD-nya, maka sumbangan pada
lembaga pendidikan akan semakin kecil. Sumbangan yang kecil ini, menjadikan
aktivitas pendidikan dan pembelajaran 40 Risâlah, Vol.1. No.1, Desember 2014
mengalami hambatan, karena tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Dan masih banyak lagi masalah-masalah pendidikan terkait dengan otonomi daerah.
Tulisan ini ingin mencoba menelusuri salah satu masalah dalam kaitannya dengan
otonomi daerah, yaitu posisi madrasah dalam kerangka ini. Di samping itu akan
mengkaji pula mengenai peluang dan tantangan bagi madrasah dalam otonomi daerah
Berbagai Masalah dan isu pendidikan dan solusinya yang bisa ditempuh, bukan hanya dalam
jangka waktu sementara, tetapi diharapkan pemerintah dapat menyelesaikan
permasalahan ini dalam jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan. Memang
bukan sebuah perkara yang mudah untuk menuntaskan masalah pendidikan yang ada
di Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini perlu adanya koordinasi
antara pemerintah, masyarakat, guru maupun siswa. Dengan begitu permasalahan
yang dihadapi akan dapat cepat terselesaikan, walaupun dengan cara yang
bertahap.
Berikut solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
pendidikan yang ada di Indonesia. Pertama, menetapkan
kebijakan yang bersifat efektif dan berkelanjutan. Kebijakan yang terus
berubah-ubah hanya akan membuat kebingungan bagi para siswa dan guru, yang
nantinya akan berakibat pada kualitas pembelajaran siswa itu sendiri.
Pemerintah harus menetapkan sebuah kebijakan sistem pendidikan yang mendukung
dan merangsang daya pikir serta kreativitas siswa. Pemerintah juga harus memikirkan bagaimana kebijakan mengenai sistem pendidikan ini dapat berlangsung secara berkelanjutan dan dapat menyesuaikan dengan masa yang akan mendatang. Hal ini agar kurikulum yang sudah dibuat tidak mudah untuk berubah-ubah. Kedua, perkuat sistem pendidikan
karakter untuk mendukung terciptanya SDM yang
berkualitas dan berdaya saing. Ketiga, memberikan
dana untuk meningkatkan fasilitas pendukung Pendidikan. Sering kali dana untuk
pendidikan ini dikesampingkan, dipandang sebelah mata dan bahkan sering kali
dikorupsi. Padahal dana untuk bidang pendidikan ini akan sangat membantu
pembangunan fasilitas yang memadai bagi para siswa. Dengan adanya fasilitas
yang menunjang dan memadai maka juga akan meningkatkan kualitas pembelajaran
para siswa dan secara tidak langsung juga akan memperbaiki dan meningkatkan kualitas SDM kita. Pemberian
dana untuk fasilitas ini entah itu berupa transportasi, buku-buku, meja dan
kursi atau bahkan dana untuk pembangunan fasilitas berupa laboratorium dan
sebagainya.
Jika kita bercermin pada pemerintah Finlandia yang sangat
memperhatikan pendidikan untuk rakyatnya, sehingga mereka tidak segan untuk
mengeluarkan dana hanya untuk meningkatkan mutu pendidikan mereka. Dilansir
dari Detik News, pada tahun 2019 silam, pemerintah telah menggelontorkan
anggaran untuk di bidang pendidikan sebesar 492,5 Triliun Rupiah guna
meningkatkan kinerja kualitas pendidikian di Indonesia, dengan rincian 163,1 T
bagi pusat, 308, 4 T bagi daerah, dan 21 T bagi pembiayaan. Angka ini tumbuh
sebesar 11,4 persen dibanding anggaran tahun 2018. Dengan demikian diharapkan
bagi pemerintah untuk bijak dalam menggunakan anggaran tersebut, pemerintah
perlu memperhatikan keperluan yang bersifat administratif. Namun tidak
ketinggalan pemerintah juga harus memenuhi dan memperhatikan aspek dari
kualitas materi pembelajaran.
Meningkatkan
kualitas tenaga pendidik. Seperti yang telah dipaparkan tadi, para tenaga
pendidik yang ada di Indonesia masih sedikit yang memiliki kualifikasi yang
layak. Kualitas dari tenaga pendidik ini perlu diperhatikan, hal ini karena
tenaga kependidikan sangat berperan penting dalam pembentukan Sumber Daya
Manusia yang berkualitas. Selain itu, para tenaga kependidikan harus mampu
memberdaya gunakan sumber pembelajaran yang lebih beraneka ragam dan menarik
bagi para siswa. Penanaman
pendidikan karakter kepada siswa. Pendidikan berupa pengetahuan memang
sanggatlah penting, terutama di era 4.0 sekarang ini. Namun, perlu diingat, pendidikan
karakter juga tak kalah penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah ilmu tanpa
di dampingi dengan akhlak yang baik, maka sama dengan sia-sia. Sekarang ini,
akhlak dari para generasi sekarang seolah mengalami kemunduran, contohnya saja banyak kasus murid terhadap gurunya yang
sekarang marak terjadi. Selain itu, rendahnya karakter ini juga akan
mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia kita, misalnya saja seperti kasus
penyuapan, korupsi, dan lain-lain merupakan sebuah cerminan dari rendahnya
pendidikan karakter. Hal-hal kecil seperti misalnya menyontek bisa berakibat
besar ke depannya.
Pemerataan
pendidikan di setiap wilayah. Hal yang sangat diperlukan lagi-lagi adalah
masalah dana. Jika ingin melakukan pemerataan pendidikan secara menyeluruh,
tentunya dibutuhkan biaya yang cukup besar. Hal lain yang menjadi penghalang
adalah masalah keterjangkauan. Akses yang sulit dijangkau membuat pemerataan
ini akan sulit terwujud. Namun, sebenarnya pemerintah sudah memiliki cara untuk
mengupayakan pemerataan pendidikan. Dilansir dari Detik News, pada tahun 2017,
Kemdikbud telah memberlakukan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru
yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun
2017. Sistem zonasi ini, diharapkan akan mengurangi ekslusivitas, rivalitas,
serta diskriminasi di sekolah-sekolah negeri yang merupakan barang publik. Hal
ini akan membantu pemerintah dalam memberikan bantuan/afirmasi yang lebih tepat
sasaran, baik yang berupa sarana dan prasarana sekolah maupun peningkatan
kapasitas tenaga pendidik dan kependidikan. Untuk pemberlakuan sistem zonasi
ini haruslah juga disertai dengan peningkatan kualitas fasilitas yang ada di
sekolah. Peningkatan ini bertujuan untuk kenyamanan peserta didik dalam proses
belajar mengajar. Selain itu peningkatan fasilitas juga berguna untuk menunjang
tingkat kemampuan siswa dalam menyerap pembelajaran yang ada di sekolah. Selain
cara yang telah diuraikan tadi, pemerintah juga harus menyediakan atau
memudahkan akses bagi daerah yang terpencil agar dapat lebih mudah menjangkau
fasilitas pendidikan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan membangun jalan,
jembatan, transportasi, dan sebagainya.