-->


Sekilas "The Siswanto Institute" "The Siswanto Institute" ini sebagai tempat kajian, curah rasa dan pemikiran, wahana urun rembug dan berbagi praktik baik. Memuat isue strategis aktual dan faktual, baik lingkup nasional, regional, maupun global. Berhubungan dengan dunia Pendidikan, Politik, Agama, Sains dan Teknologi, Pembelajaran, Bisnis-Kewirausahaan, Opini, Merdeka Belajar dan pernak-perniknya. Pembahasan dan informasi terutama dalam Pendidikan Vokasi-SMK dan contain lainnya. Selamat berbagi dan menikmati sajian kami. Menerima masukan, kritik, sumbangsih tulisan artikel dan pemikiran, semoga bermanfaat.

DILEMA PERLINDUNGAN GURU

- December 27, 2016
advertise here
advertise here


DILEMA PERLINDUNGAN GURU
Oleh : Edy Siswanto*

Belum lama kita peringati hari guru nasional (HGN) tepatnya 25 Nopember 2016. Guru sebagai sebuah profesi mulia dilapangan sering kali rentan terhadap permasalahan adanya banyak kasus yang menimpa guru yang sedang melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam mendidik siswanya, menegakkan disiplin dan tata tertib disekolah kerap terjadi kriminalisasi terhadap guru ataupun berita tentang guru yang dilaporkan ke polisi oleh orang tua atau wali murid dengan alasan guru tersebut melakukan tindakan yang dianggap “kriminal” berupa kekerasan ataupun melanggar UU Perlindungan anak, seperti : mencukur rambut peserta didik yang tidak rapih, mencubit, menjewer telinga peserta didik yang sudah seringkali diberikan pengarahan dan peringatan oleh pihak sekolah tentang prilakunya yang melanggar aturan sekolah ataupun melanggar etika seperti merokok, membolos, membawa atau menyimpan film atau majalah porno, tidak mau mengikuti kegiatan sholat berjamaah bersama yang diadakan sekolah tanpa alasan yang jelas, menggunakan asesoris berlebihan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran di sekolah, berkata yang tidak sopan, mengganggu atau membully temannya, dll.
Semua tindakan yang dilakukan oleh guru kepada siswanya tersebut pada dasarnya hanyalah bertujuan sebagai pemberian efek jera dan mendidik peserta didik agar memiliki etika dan moral yang baik (berakhlak mulia). Yakinlah bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh guru, pasti memiliki alasan dan bertujuan baik karena pada dasarnya tidak ada guru yang ingin mencelakakan anak didiknya. Oleh karena itu seharusnya para wali murid hendaknya lebih bijak dalam menanggapi dan merespon berbagai aduan anak-anaknya tentang semua tindakan yang dilakukan oleh guru terhadap anak-anaknya.
Pantaskah tindakan seperti mencukur, menjewer dan mecubit peserta didik yang dilakukan oleh seorang guru dalam rangka mendidik peserta didiknya dilaporkan dengan alasan melanggar UU HAM dan UU Perlindungan Anak atau telah melakukan kekerasan? Jika memang tindakan yang dilakukan oleh guru seperti itu dianggap sebagai tindakan kriminal, maka wajar jika akhirnya guru memilih untuk diam dan tidak mempedulikan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswanya dikarenakan guru takut terjerat dengan kasus-kasus kriminal seperti dialami beberapa guru sebelumnya.
Apa penyebab guru kurang diminati dibanding profesi lain seperti insiyur dan dokter?, karena militansi dalam mengkritisi dan memperjuangkan nasibnya sendiri masih lemah, kesadaran berserikat (berorganisasi) yang rendah berdampak profesi ini mudah dipengaruhi ditekan atau dijadikan objek kepentingan tertentu. Seringkali guru malu untuk sekedar memperjuangkan nasibnya sendiri dengan dalih nrimo ing pandum. Apalagi menyelesaikan merembug kasusnya apabila berhadapan dengan hukum.
 Mengapa profesi guru tertinggal dengan profesi yang lain? seringkali guru terkungkung dengan norma dan dogma pengajaran di kelas dengan profesionalisme kerja guru bisa dilihat dari kemampuan sosial, pedagogik, kepribadian dan kemampuan kompetensi profesional dibidangnya. Padahal kosep kepedulian guru tidak mengenal pembatasan sekat-sekat kelas. Mereka tetap peduli menembus batas kelas-atas tiap kejadian dilingkungannya.
Banyaknya kasus guru yang mudah dan kerap kali dikriminialisasi saat melaksanakan tugas dan kewajibannya beranggapan belum adanya perangkat yang kuat dalam UU  guru dan dosen yang secara spesifik menjelaskan upaya perlindungan profesi guru. Dengan melihat banyaknya kejadian dilapangan yang melibatkan profesi guru, nampaknya Yurisprudensi MA (12/8/2016) tentang guru tidak bisa dipidanakan dan PP 74/2008 tentang perlindungan profesi guru belum cukup menjawab tantangan keadaan. Karena kedudukannya masih dibawah UU, guru mestinya melek hukum-politik, kemampuan ini juga dikembangkan agar tahu dan sadar ketika menghukum siswanya, juga bisa ikut urun rembug-mewarnai dalam pengambilan kebijakan baik ditingkat satuan pendidikan, daerah, nasional maupun internasional termasuk dalam pengaturan manajemen dan pengambilan kebijakan pendidikan.
Belajar dari beberapa kasus guru yang dalam menjalani tugasnya yang rentan mudah dan kerap sekali dikriminialisasi guru menjadi berpikir kembali ketika mau menghukum siswa yang melanggar disiplin dan tata tertib sekolah. Belum kuatnya posisi kedudukan PP perlindungan profesi guru dan belum adanya UU perlindungan guru, karena ketika terjadi kasus di lapangan yang ada adalah perlawanan orang tua siswa dengan dalih UU perlindungan anak dan UU Ham dengan kedudukan yang lebih tinggi dari dua perangkat hukum diatas, diperlukan kedepan organisasi profesi untuk mendesak masuknya klausul lebih detil tentang perlindungan profesi guru dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahkan kemungkinan “opsi” dibuatnya segera UU Perlindungan profesi guru. Semata untuk menyelamatkan profesi guru yang bertugas dilapangan kerap kali berhadapan dengan hukum.
Jika kita kaitkan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3, maka dapat dipastikan tujuan tersebut tidaklah akan pernah terwujud jika semua guru terlanjur merasa tidak memiliki keleluasan dan takut dalam mengambil sebuah kebijakan atau tindakan yang harus diberikan kepada peserta didiknya dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai agen pembelajaran dan pendidikan yang harus membentuk perilaku peserta didiknya menjadi insan yang berilmu dan berahlak mulia (bermoral baik). Dengan banyaknya kasus dan masalah yang menimpa guru diatas sepertinya ada masalah dalam sistem pendidikan kita.
Diperlukan guru melek hukum dan politik menjadi keharusan karena seringkali pendidikan modern masa depan sudah berbeda paradigmanya, dulu guru menghukum siswanya tidak akan masalah dan tidak ada yang berani lapor orang tuany, dan andaikan lapor malah si anak yang kena gampar sama orang tuanya. Namun lain era sekarang siswa dicubit sedikit saja langsung lapor orang tuanya dan anehnya orang tuanya segera melabrak si guru tanpa konfirmasi dan bicara baik-baik dulu. Kemampuan guru yang terakhir ini juga mesti bisa dikembangkan. Walaupun kemampuan ini yang masih terkesan di "kebiri" oleh para pengambil kebijakan-belum banyak diungkap. Banyaknya pekerjaan, mengajar mengurus siswa menyebabkan waktunya habis dikelas. Karena jika guru melek hukum-politik mungkin bisa menjadi kekuatan dahsyat.
Pilihan lain untuk bisa mengatasi persoalan diatas agar tidak terjadi upaya kriminalisasi, guru harus bersatu padu solid dan memiliki solidaritas tinggi sehingga memiliki organisasi profesi yang kuat berwibawa, profesional dan modern. Organisasi kuat dapat dijadikan pressure power (kekuatan menekan) thinking power (kekuatan pemikiran) dan control power (kekuatan pengendalian) sehingga memiliki posisi tawar (bergaining position). Sesuai dengan UU guru dan dosen No 14 Tahun 2005 kehadiran organisasi profesi mutlak diperlukan sesuai dengan pasal 41 ayat 3. Organisasi profesi dibutuhkan guru untuk memajukan profesi meningkatkan kompetensi, karir, wawasan kependidikan, termasuk kesejahteraan dan advokasi terhadap masyarakat.
Sejauh mana perlindungan guru sudah dilaksanakan? Dianggap Sampai sejauh ini upaya perlndungan profesi guru belum maksimal, Perlindungan hukum terhadap guru diakui memang masih lemah. Belum ada evaluasi menyeluruh, ketika guru terkena masalah hukum khususnya yang berkaitan dengan tugasnya sebagai guru dia seolah harus berjuang sendiri.
Ada guru yang dipidanakan gara-gara memberikan sanksi yang dinilai berlebihan kepada peserta didik. Ada guru yang diteror, terancam karir dan keselamatan jiwanya karena mengadukan penyimpangan Ujian Nasional dan penyimpangan dana BOS. Ada guru yang belum tersentuh pengembangan profesi (diklat). Bahkan selama sekian lama bertugas sampai pensiun belum pernah sekalipun didiklat. Banyak guru swasta yang mendapatkan honor sangat minim dan sangat jauh dari Upah Minim Regional (UMR). Belum adanya jaminan kesehatan bagi guru honor. Ketika PNS mendapat fasilitas Asuransi Kesehatan (Askes), buruh mendapat fasilitas Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), guru honor memiliki jaminan apa? Ketika guru honor sakit, dia harus berobat mengunakan dana sendiri sementara honor yang diterimanya sangat kecil, tidak cukup untuk hidup satu bulan. Hal ini seharusnya menjadi pekerjaan rumah pemerintah, untuk memikirkan bagaimana memberikan perlindungan kepada guru khususnya guru honorer.
Pentingnya perlindungan hukum bagi guru, juga perlu disertai dengan adanya sosialisasi pendidikan hukum bagi para guru. Pemerintah, organisasi profesi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli pendidikan bisa menjadi lembaga yang tepat untuk melakukan sosialisasi tersebut. Hal ini Bertujuan agar guru mengetahui, memahami, sekaligus mampu melaksanakan hak dan kewajibannya.
Perlindungan terhadap profesi guru memang merupakan kewajiban pemerintah, namun di sisi lain gurupun harus turut berperan aktif dalam mengupayakan terwujudnya perlindungan tersebut, seperti ajaran Islam yang menjelaskankan bahwa sebuah kaum tidak akan dapat mengubah nasibnya kecuali mereka sendiri yang melakukannya. Guru harus kritis konstruktif terhadap kebijakan pemerintah dan ikut berpartisipasi dalam perumusan kebijakan publik. Ketika guru merasa dirugikan oleh sebuah kebijakan baik kebijakan sekolah maupun kebijakan pemerintah, maka bisa melakukan langkah-langkah untuk mengkritisi kebijakan tersebut. Untuk dapat melakukan hak dan kewajibannya serta terhindar dari praktek deskriminasi terhadap profesinya maka gurupun harus mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan tentang pendidikan, khususnya tentang guru seperti: Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), PP nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, dan sebagainya.
Perlindungan hukum sangatlah penting bagi guru, karena hanya dengan adanya perlindungan hukumlah yang bisa membuat guru-guru pada umumnya akan terbebas dari rasa terancam dari interferensi oknum-oknum terntentu. Dengan demikian nantinya guru tidak akan merasa takut dan ragu untuk mengambil sebuah kebijakan dan tindakan dalam menjalankan tugasnya sebagai guru khususnya dalam membentuk karakter anak bangsa yang berakhak mulia. Hal yang terpenting dari perlindungan hukum bagi guru adalah implementasinya secara nyata, jangan sampai jaminan ini (perlindungan hukum) hanya ada di atas kertas saja. Semoga dengan adanya perlindungan bagi profesi guru ini bisa membantu guru dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujutkan tujuan dari pendidikan nasional.
Perlindungan hukum di Indonesia terhadap guru diakui memang masih lemah. Hal ini terlihat dari fakta yang menunjukan bahwa selama ini, ketika seorang guru terkena masalah hukum, khususnya permasalahan hukum yang berkaitan dengan tugasnya sebagai guru, maka guru tersebutpun harus berjuang sendiri. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 7 ayat (1) huruf h mengamanatkan bahwa guru harus memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Selanjutnya pada pasal 39 secara rinci dinyatakan: (1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. (3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. (4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. (5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Berdasarkan uraian undang-undang di atas, terlihat jelas perlindungan bagi guru adalah hal yang mutlak. Sayangnya, dalam kenyataannya masih banyak guru yang bekerja dalam ketidakpastian baik berkaitan dengan status kepegawaiannya, kesejahteraannya, pengembangan profesinya, atau pun advokasi hukum ketika terkena masalah hukum.
Edy Siswanto, S.Pd., M.Pd. Alumni S2 Unnes, Guru SMKN 4 Kendal, Pengurus IGI Kabupaten Kendal
Advertisement advertise here
Next Post This Older

Promo Buku

Promo Buku
Bunga Rampai Pemikiran Pendidikan

Supervisi Pendidikan

Pengembangan Kebijakan Pendidikan

Logo TSI

Logo TSI
Logo The Siswanto Institue
 

Start typing and press Enter to search