-->


Sekilas "The Siswanto Institute" "The Siswanto Institute" ini sebagai tempat kajian, curah rasa dan pemikiran, wahana urun rembug dan berbagi praktik baik. Memuat isue strategis aktual dan faktual, baik lingkup nasional, regional, maupun global. Berhubungan dengan dunia Pendidikan, Politik, Agama, Sains dan Teknologi, Pembelajaran, Bisnis-Kewirausahaan, Opini, Merdeka Belajar dan pernak-perniknya. Pembahasan dan informasi terutama dalam Pendidikan Vokasi-SMK dan contain lainnya. Selamat berbagi dan menikmati sajian kami. Menerima masukan, kritik, sumbangsih tulisan artikel dan pemikiran, semoga bermanfaat.

Independensi se-Profesi Orprof Guru, Saling Menghormati, Menjadikan Organisasi Kuat dan Modern

- October 18, 2020
advertise here
advertise here

 


Bermula dari bagaimana perilaku individu dalam organisasi, banyak ragam dan latar belakang, banyak pendapat bahkan sampai kepada perbedaan yang dikhawatirkan terjadi perpecahan akibat lemahnya organisasi. 

Jika tidak dimanajemen dengan baik, sebagai organisasi intelektual, hendaknya dalam aktifitasnya mengedepankan budaya dan nalar akademik. Semuanya dalam menyampaikan ide, gagasan, postingan dengan etika berkomunikasi yang bermartabat dan kesopanan, menghormati dan saling menghargai, dengan sesuai aturan.

Dalam ranah perilaku individu pada organisasi bisa saling mempengaruhi satu sama lain. Organisasi yang dibangun dengan "mencekam" tak ada dialog partisipatif dan taransparantif akan muncul "swak sangka" persepsi negatif berujung konflik internal, baik horisontal maupun vertikal.

Diperlukan kedewasaan individu dan perilaku matang dalam berorganisasi. Kedepankan dialog dan argumen yang logis. Beda pendapat hal biasa. Budaya ini yang sudah dicontohkan pendahulu kita. 

Lihat bagaimana pertentangan sangat keras Soekarno dan Natsir. Berujung dibubarkannya Masyumi lewat tangan kekuasaan teman seperjuangannya sendiri. Bahkan sampai dipenjarakannya Natsir.bMereka berdua adalah tokoh bangsa selalu yang berdebat keras, mengenai bagaimana seharusnya peran agama dalam kehidupan negara. 

Bung karno dengan wataknya yang keras bersikukuh bahwa antara agama dengan negara haruslah dipisahkan (Sekuler), urusan agama menurutnya adalah urusan individu/privat, antara manusia dengan tuhannya. 

Bung Karno tidak mau membawa agama di dalam perjuangannya, menganggap cukup dengan nasionalisme saja, karena kalau membawa-bawa agama akan bercerai-berai.

Namun Natsir memiliki pandangan yang berbeda dari Bung Karno, Natsir berpendapat bahwa agama dan negara tidak boleh dipisahkan, menyatu agama dan negara adalah dua hal yang harus sejalan. Natsir berpendapat untuk mencapai kemerdekaan, tidak cukup hanya dengan nasionalisme. Dorongan agama Islam, jauh lebih kuat.

Dari perbedaan pendapat tersebut, Natsir dan Bung Karno tetap berteman dekat, Natsir tidak pernah menghujat Bung Karno denga menyebutnya atheis, begitu sebaliknya Bung Karno tetap menganggap Natsir adalah kawan baiknya.

Waktu Bung Karno ditangkap, diadili dan dipenjara di Sukamiskin, yang pertama kali menjenguk Bung Karno di penjara adalah kelompok Natsir. Kelompok yang tidak sepaham dengan gagasan Bung Karno. 

Bukan orang-orang PNI yang pertama kali menjenguk Bung Karno. Ketika Bung Karno dibuang ke Ende, Nusa Tenggara Timur, kelompok Natsir pula yang mengirimi Bung Karno buku-buku bacaan. 

Demikian pula pertentangan dan beda pendapat Soekarno dengan Hamka. Dalam pergaulan sehari-hari sampai akhir hayat masih tampak saling menghormati. Diceritakan Irfan Hamka, putra Hamka. Pada tahun 1964 hingga 1966, dua tahun empat bulan lamanya Hamka ditahan atas perintah Bung Karno. 

Hamka dituduh melanggar Undang-Undang Anti Subversif Pempres No. 11 yaitu merencanakan pembunuhan Bung Karno. Tidak hanya itu, buku-buku karangannya pun dilarang terbit dan beredar. Dengan ditahannya Hamka, otomatis pemasukan uang praktis terhenti. Sampai-sampai, istri Hamka mulai menjual barang dan perhiasan.

Hamka baru dibebaskan setelah rezim Soekarno jatuh digantikan oleh Soeharto. Namun, pada tanggal 16 Juni 1970, Hamka mendadak dihubungi oleh Mayjen Soeryo, ajudan Presiden Soeharto. Ia datang pada pagi hari untuk membawa pesan dari keluarga Soekarno. Pesan itu adalah pesan terakhir dari Soekarno untuk Hamka. 

Isi pesan Soekarno lalu disampaikan kepada Hamka. "Bila aku mati kelak, minta kesedian Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku." Hamka pun bertanya, apakah Soekarno sudah wafat, dan dijawab iya, ia telah wafat di RSPAD. "Jenazahnya telah dibawa ke Wisma Yaso," Jawab Soeryo. Maka, Hamka langsung berangkat ke Wisma Yaso. Di Wisma itu telah banyak pelayat berdatangan. Hamka mantap menjadi Imam Shalat Jenazah Soekarno. Pesan terakhir mantan presiden pertama RI yang telah memenjarakannya, dengan ikhlas ditunaikan.

Tradisi berbeda dan perdebatan keras ini patut memberi contoh dan tauladan bagaimana kita semua. Tetap bisa saling menghormati satu sama lain. Bisakah kita meniru sikap kedua tokoh tersebut? Bisakah kita tidak saling menghujat satu dengan yang lainnya? Menyerang satu dengan yang lain? Perbedaan pendapat adalah hal wajar, bisa diselesaikan dengan baik, bukan saling menyerang menjurus pribadi satu sama lain. Jika ada perbedaan lebih baik tulislah menjadi tulisan dengan pandangan ide gagasan yang beragam. Baik dalam sebuah artikel maupun sebuah buku. Hidupkanlah tradisi berbeda dalam kajian akademik dan intelektual. 

Disini jelas sekali bagaimana ketiga tokoh tersebut adalah orang-orang yang sangat "berkelas". Mereka bisa memisahkan antara urusan politik dan kawan antara kepentingan politik dan kepentingan pribadi, antara kepentingan rakyat dan kepentingan golongan. 

Sudah saatnya organisasi profesi  (orprof) guru meninggalkan konflik internal dan ego sektoral. Terlena dan larut dalam kegaduhan yang mengakibatkan hilangnya kekuatan dan kewibawaan marwah organisasi. Bangun organisasi dengan "leadership" kuat penuh komitmen tinggi anggotanya. 

Tumbuhkan kepemimpinan yang partisipatif, transparan dan akuntabel. Rasa memiliki, an-monopoli perorangan. Kolektif kolegial salah satu manajemen organisasi modern. Sebagai modal utama diwujudkannya  independensi organisasi. 

Artinya organisasi konsisten dengan sikap netral atau tidak memihak kepada salah satu, punya kekuasaan sendiri, merdeka, tidak dikontrol oleh pihak lain. Memiliki sifat dan sikap jiwa yang mandiri dan tidak mau tergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhannya.

Independensi dan jiwa mandiri organisasi ini bukan berarti tidak membutuhkan pihak lain, namun suatu karakter yang selalu berupaya menghadapi dan menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapi. Dalam hal ini dari guru oleh guru dan untuk guru.

Dalam kerangka dialog, kolaborasi dan kerjasama dengan pihak lain mutlak dilakukan dan diperlukan. Namun dalam kerangka sama-sama sejajar duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Bukan mengkooptasi pada akhirnya independensi dan kemandirian organisasi dipertanyakan.

Kemandirian dan ke-independensian ini dimulai dari individu guru yang mengisi dalam "rumah" organisasinya sebagai bagian penting elemen organiasasi. Merasa "handerbeni" tidak ingin riak kecil menjadi besar. Dan berupaya mengecilkan ombak yang besar.

Dengan kemandirian dan independensi itu, orprof dituntut memenuhi kewajiban sendiri, baik dari mana asal anggota organisasinya, profil dan profesi individu dan perilaku organisasinya.

Konsekwensi individu dan perilaku organisasinya, guru sebagai profesi seperti dalam undang -undang guru dan dosen. Tidak ada alasan guru tidak mampu mengurusi perilaku organisasinya dengan bergantung pada profesi lain. Ini yang menjadi pertanyaan dan harus dijawab oleh guru.

Sebaiknya begitu, dan sudah saatnya guru bangkit untuk ambil bagian dalam mengurusi dapur perilaku orprofnya. Lantas menjawab pertanyaan seberapa penting individu luar profesi dalam membesarkan orprofnya? Sebagai pengecualian mungkin bisa untuk penasihat, pengawas atau dewan pakar, itupun apabila sudah tidak ada sama sekali stok lagi dari internal guru..

Karenanya beberapa persiapan dilakukan tim perumus inti, kondisikan dulu, matangkan dan samakan persepsi untuk persiapan panitia adhoc konstitusi, dan panitia rekomendasi. Karena bahasan ini panjang dan melelahkan bisa "deadlock", alih-alih merubah signifikan sesuai keinginan idealisme konstistusi oprof guru.

Yang terjadi bisa "ambyar" dan cenderung normatif tak ada perubahan signifikan. Dikarenakan lelahnya pembahasan dalam "prosedur" administrasi kongres. Karenanya lobi dan penyamaan persepsi sebelumnya penting dilakukan.

Kenapa? Karena beda iklim organisasi yang dibangun, bukan sebagai anggota parlemen yang tidak ada masalah jika "deadlock" diteruskan dengan lobi. Perpanjangan waktu dalam pembahasan sesuatu hal biasa. Karena "cocok" yang didapat. Itupun tim perumus sudah memperhitungkan kalkulasi matang sebelumnya.

Karenanya dialog musyawarah mufakat dan kekeluargaan dalam perilaku orprof guru untuk dikedepankan. Dengan dimulai dari penyamaan persepsi sebelum bertarung dimeja kongres".

Selesaikan dulu ditingkat "tim perumus inti" draf konstitusi sebagai dasar pijakan dalam membangun aturan konstitusi untuk agar orprof guru lebih mandiri dan independen. Diawali dan dimulai dari individu dalam rumah organisasi yang se-profesinya.

Independensi se-Profesi Orprof guru ini, Saling menghormati, Menjadikan Organisasi ini terus merajut kebersamaan sebagai orprof yang akan menjadikan organisasi kuat dan Modern. Semoga..#bravo guru Indonesia..


Edy Siswanto
Ketua Umum PPVI-IGVIM (Perkumpulan Pendidik Vokasi-Ikatan Guru Vokasi Indonesia Maju)

Advertisement advertise here

Promo Buku

Promo Buku
Bunga Rampai Pemikiran Pendidikan

Supervisi Pendidikan

Pengembangan Kebijakan Pendidikan

Logo TSI

Logo TSI
Logo The Siswanto Institue
 

Start typing and press Enter to search